TRIBUNE POS, OGAN ILIR | Terhitung sampai saat ini memerintah (24 Oktober 2023) sejak dilantik 26 Februari 2021 lalu. Bupati Ogan Ilir Panca Mawardi dan Wakil Bupati Ardani belum mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.
Padahal, keduanya sudah menjalankan masa jabatannya 2,8 tahun alias setengah periode lebih.
Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan yang belum mampu ditekan oleh pemerintahan duet Bupati Panca Mawardi dan Wakil Bupati Ardani.
Walaupun memiliki visi ingin menjadikan masyarakat Ogan Ilir lebih sejahtera, faktanya itu masih menjadi isapan jempol belaka alias ‘Mimpi Manis‘.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Ogan Ilir per-tahun 2022 sebanyak 54.550 jiwa atau 12,6 persen. Sementara, jumlah penduduk di daerah tersebut menembus angka 431.558 jiwa.
Ada sedikit pengurangan atau keberhasilan pemerintahan Panca menekan angka kemiskinan dari tahun sebelumnya (2021), yakni dari angka 60.500 jiwa penduduk miskin. Berkurang walau tak besar, sebanyak 5.950 jiwa.
Bagaimana dengan tahun jumlah orang miskin di Ogan Ilir tahun 2023 ini? Ada kenaikan atau penurunan? Berhasil membawa warga Ogan Ilir sejahtera atau tidak?
Potret Kemiskinan di Ogan Ilir
Untuk mengukur kemiskinan, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk miskin di Ogan Ilir memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Lansia 70 Tahun Tinggal Sendiri di Gubuk Reot
Kisah sedih nenek Tik, wanita lanjut usia (lansia) 70 tahun warga Pemulutan Ogan Ilir tinggal sendirian di gubuk reot, adalah satu dari sekian banyak potret kemiskinan di Kabupaten Ogan Ilir yang belum tersentuh bantuan.
Sebelumnya beberapa waktu lalu, Pemkab Ogan Ilir menindaklanjuti laporan mengenai seorang wanita tua yang rumahnya ditimpa pohon.
Wanita 75 tahun bernama Zulma itu tinggal seorang diri di gubuk reot di Desa Mayapati, Kecamatan Pemulutan Selatan, Ogan Ilir.
Kini, selain cerita Zulma yang tinggal di rumah tak layak huni dengan kemiskinan yang dideritanya, ternyata ada satu lagi wanita tua di desa setempat yang mengalami nasib serupa.
Dia adalah Tik, wanita 70 tahun yang tinggal di gubuk panggung reot, di mana bangunan dinding dan atapnya terbuat dari daun nipah.
Kondisi Tik ini pertama kali dilaporkan oleh seorang warga Mayapati kepada wartawan di Indralaya.
Saat didatangi di kediamannya, Tik hanya seorang diri dan sedang duduk di dalam gubuk reotnya itu.
“Sejak kecil sudah tinggal di sini. Sudah puluhan tahun,” kata Tik saat dibincangi wartawan, Sabtu (25/2/2023) lalu.
Wanita tua ini mengungkapkan, akhir-akhir ini kondisi kesehatannya tak baik-baik saja dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Untuk sekadar berjalan kaki ke luar rumah mengambil dedaunan untuk dimasak, Tik mengaku tak sanggup.
“Kaki nenek sakit,” ujarnya.
Tiga orang wartawan yang mewawancarai Tik tak bisa leluasa bergerak di dalam gubuk tersebut karena takut bangunan roboh.
Agar tak kebasahan saat hujan turun, di bawah atap gubuk Tik dipasang terpal namun tetap saja upaya tersebut tak maksimal.
Saat hujan deras terutama di malam hari, Tik mengaku ketakutan karena gubuknya berguncang seakan ada gempa bumi, belum lagi air hujan yang masuk dan membuatnya tak bisa tidur.
Jangankan untuk membedah tempat tinggalnya, untuk makan sehari-hari saja Tik hanya mengandalkan bantuan warga.
“Kadang ada juga warga bantu nenek kasih makanan. Karena kan nenek tidak sanggup mau ke mana-mana,” tuturnya.
Kini rumah nenek Tik sudah diperbaiki pemerintah lewat baznas.

Terhimpit Kemiskinan, Pasutri di Ogan Ilir Tinggal di Kandang Ayam
Himpitan ekonomi dan pendapatan yang tak menentu, membuat pasangan suami istri (pasutri) Sulaiman-Nuryati tak mampu membangun rumah layak huni, yang bisa menaungi mereka.
Dengan segala keterbatasan, pasutri di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan (Sumsel) tersebut, akhirnya memilih tinggal di kandang ayam.
Pasutri yang tercatat sebagai warga Dusun I Desa Teluk Kecapi, Kecamatan Pemulutan Ogan Ilir Sumsel tersebut, tinggal di gubuk yang dinding dan atapnya terbuat dari daun nipah.
Aroma yang tak sedap pun, tercium dengan pekat di dalam gubuk seluas sekitar 12 meter persegi tersebut. Ada beberapa karung berisi ayam, yang digantung di dalam rumah di Kabupaten Ogan Ilir.

Sulaiman (65) mengatakan, dia dan istrinya sudah tinggal di rumah panggung tersebut sejak menikah 7 tahun lalu, karena keterbatasan perekonomian.
“Kami tinggal sama ayam di sini. Tidur, makan dan masak di sini. Saya tak mampu membangun rumah, jadi tinggal di sini,” ucapnya, Senin (14/6/2021) lalu.
Bahkan pasutri tersebut harus menumpang di atas lahan milik warga setempat, untuk mendirikan gubuk reotnya. Kondisi hunian ala kadarnya, membuat Sulaiman dan istrinya harus kebasahan ketika hujan turun dengan derasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka bekerja serabutan. Yaitu menjadi buruh tani, merawat kebun dan sawah milik warga setempat.
“Kadang upahnya dapat Rp20.000 hingga Rp40.000, cukup untuk makan. Kadang tidak sampai segitu, tidak bisa makan,” katanya di Ogan Ilir Sumsel.
Pemberitaan yang masif terhadap kondisi pasutri di Ogan Ilir tersebut, akhirnya viral di media sosial (medsos). Sejumlah pihak dan pemerintah pun, menyalurkan bantuan berupa sembako dan uang tunai ke pasutri tersebut. (**)
Jurnalis: Masykur Musa

Komentar